Ads

Ads
Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 19 September 2015

Miskin Pendidikan di Papua Bukan Warisan

Unknown     01.25    

Foto ilustrasi. ist
Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana hidup seseorang atau sekelompok orang merasa serba kekurangan dalam kebutuhan-kebutuhan dasar seperti makanan, minuman, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan. Kemiskinan, menurut Hall dan Midgley (2004:14), didefenisikan sebagai kondisi deprivasi materi dan sosial yang menyebabkan individu hidup di bawah standar kehidupan yang layak, atau kondisi di mana individu mengalami deprivasi relatif dibandingkan dengan individu yang lainnya dalam masyarakat. Warisan merupakan segala sesuatu yang kita dapat gunakan sebagai peninggalan oleh nenek moyang yang telah mendahului kita.

Mendengar kata miskin, sepertinya tak asing di telinganya masyarakat Indonesia. Miskin, tidak selalu terlepas dari kehidupan sosial sepanjang manusia itu hidup dan ada di muka bumi. Miskin menjadi salah satu gejala sosial dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Miskin, tak asing di lidahnya masyarakat Indonesia.

Realita yang kita lihat bahkan alami di Papua adalah banyak terdapat kemiskinan. Miskin akan pendidikan, miskin akan sarana dan prasarana pendidikan, miskin akan inventaris sekolah, miskin akan kesehatan, miskin akan gizi, miskin akan moralitas, miskin akan perlindungan, dll.

Yang sangat disayangkan sekali saat ini adalah miskin akan pendidikan. Sayang sekali, pendidikan yang merupakan hal yang sangat prinsipil ini belum dikondisikan pada kondisi yang kondusif dan mampu memadai sesuai kebutuhan yang ada. Pendidikan yang menjadi dasar bagi segala aspek hidup masyarakat di Papua, belum maksimal perhatiannya secara merata.

Sepeti di daerah pedalaman Papua, terdapat banyak sekolah yang seolah-olah rumah yang tak berpenghuni. Terdapat banyak siswa yang ingin sekali merubah hidupnya melalui pendidikan dengan cara bersekolah, namun tidak terdapat guru untuk mengajar mereka. Ada guru pun hanya beberapa atau seorang guru dan bahkan tidak terdapat guru. Walau ada guru pun, banyak terdapat sarana dan prasarana yang tak memadai bagi siswa. Anak-anak Papua punya keinginan, kerinduan untuk menempuh proses pendidikan, namun tidak didukung oleh guru yang cukup untuk mereka. Tidak diberi kemudahan oleh pemerintah untuk berpendidikan.

Keinginan untuk bersekolah menjadi luka dan beban di hati anak-anak Papua yang tidak berpendidikan. Keinginan mereka tidak terpenuhi untuk memeroleh pendidikan yang layak, selayak anak yang berpendidikan. Hanya tinggal harapan di masa depan yang tak tentu cerahnya. Tidak terpenuhinya keinginan anak-anak untuk memeroleh pendidikan yang layak mengakibatkan kekecewaan yang berujung pada perilaku yang meresahkan kenyamanan dan ketenteraman masyarakat Papua.

Tiada suatu akibat tanpa sebab. Begitupun dengan kondisi pendidikan yang ada di Papua saat ini. Beberapa hal yang menyebabkan keadaan pendidikan di Papua, terlebih di daerah pedalaman seperti; belum dijangkau oleh tranportasi (darat, laut, dan udara), belum ada perhatian khusus dari pemerintah, guru-guru yang tidak taat dalam mengajar, keadaan ekonomi keluarga, kehidupan sosial yang masih primitif, pemindahan para guru ke birokrasi pemerintahan, dll.

Membingungkan tetapi nyata. Yang sangat mengkhawatirkan adalah pemindahan guru ke pemerintahan. Lantas, siapa yang akan mengajar, mendidik dan memanusiakan? Apakah akan ada para guru yang menggantian? Punya pengalaman mengajar yang baik? Tidak!

Solusi yang ingin saya berikan kepada lembaga terkait adalah dibuat Perda yang mengatur tentang larangan mengenai pemindahan profesi guru ke birokrasi pemerintahan, diberikan jaminan hidup yang baik terhadap guru, adanya perhatian khusus terhadap mahasiswa pada jurusan Keguruan, alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang tepat, pembagian beasiswa miskin yang tepat sasaran agar anak-anak Papua mendapatkan pendidikan yang layak.

Tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar. Hanya ada malas untuk belajar. Semua orang pernah menjadi tidak mampu ketika belum mengenal dunia pendidikan. Jangan pernah membiarkan kamu anak asli Papua yang adalah tuan rumah itu malah menjadi tamu di tanahmu sendiri, negeri surga ini. Anak-anak Papua, sadarlah itu!

Oleh: Ferdinan Petege, Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Cenderawasih, Jayapura-Papua.


Sumber: http://majalahselangkah.com/

0 komentar :

© 2011-2014 OBOR REVOLUSI. Designed by Bloggertheme9. Powered by Blogger.