Ads

Ads
Diberdayakan oleh Blogger.

Advertise here

Sabtu, 19 September 2015

Musa Mako Tabuni, Sang Pejuang Pembebasan Bangsa Papua Barat

Unknown     01.57    
Almarhum Musa Mako Tabuni (kiri) saat berorasi di depan ribuan massa
rakyat Papua semasa hidupnya. Foto: Dok MS
MUSA MAKO TABUNI dikenal dengan tokoh Papua yang berani membela kaum tertindas bangsa Papua. Mako, itu nama yang biasa dipanggil orang secara luas. Mako menjadi salah satu sang pembela pembebasan bangsa Papua karena berbagai cara dan perjuangan yang dibuatnya dalam memperjuangkan kesamaan dan kesederajatan pembebasan bangsa Papua dengan cara yang damai.

Mako Tabuni di masyarakat luas mengenalnya dengan sang revolusioner yang sejati. Ada banyak hal yang sudah dibuatnya selama dia masih hidup. Cara berpidato, orasi-orasi politik yang selalu nyaring berbunyi di berbagai aksi-aksi yang sering dilakukan oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB).

Mako Tabuni menjadi Ketua Umum KNPB memimpin organ gerakan pembebasan bangsa dengan menggunakan cara yang sederhana dan membuat banyak terobosan baru dalam perjuangan pergerakan merebut pembebasan Papua barat.

Damai dalam perjuangannya membuat banyak sekali masyarakat Papua yang merasa kehilangan adik, kakak, sahabat, teman dekat, saudara kandungnya sendiri. Dia disapa sebagai tokoh pemberani dan revoludsioner dalam perjuangannya.

Berikut adalah perjalanan hidupnya dari lahir, masa sekolah, hingga tempat besarnya dan terakhir pembunuhan terhadap sang pahlawan pembela pembebasan bangsa Papua.

Kelahiran dan Masa Pendidikan


Musa Mako Tabuni lahir di Kampung Pyramid, Jayawijaya, Papua pada 24 April 1976. Tempat kelahiran Mako merupakan salah satu kampung  yang menjadi basis perlawanan rakyat Papua terhadap operasi dan pendudukan militer yang dilakukan oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada tahun 1977.

Mako menghabiskan masa kecilnya dengan cerita-cerita derita konflik keluarga Papua.

Semasa Sekolah Dasar (SD), Mako sering mendengarkan cerita dari para orang tua, termasuk orang tuanya sendiri, tentang perlawanan orang-orang Papua terhadap kekuatan militer Indonesia. Mako kecil, tumbuh sebagai anak-anak yang hidup di daerah konflik. Ia secara langsung merasakan derita sebagai anak-anak Papua.

Ia mendapatkan cap dan stigma sebagai anak pemberontak. Setiap tanggal 12 atau 13 Agustus sampai 18 Agustus, ia menyaksikan bapaknya digiring dan ditahan di Polres Distrik Asologaima, Jayawijaya, Papua.

Sejak Orde Baru, negara melalui militer memberlakukan hukuman itu bagi mereka yang ikut atau orang tuanya tersangkut dalam makar atau merongrong kekuasaan negara, seperti cap komunis di Jawa.
Karena masih kecil, Mako tak mengerti mengapa ayahnya mesti ditahan setiap menjelang tanggal 17 Agustus, hari kemerdekaan Republik Indonesia. Ia juga tidak mendapatkan jawaban tiap kali ia bertanya.

Hingga di suatu saat, di bulan Agustus, di mana Mako sudah duduk di kelas 5 SD, Mako pergi ke dalam sel penjara di Koramil Distrik Asologaima, Kabupaten Jayawijaya, untuk bertemu dan mengantar makanan buat bapaknya. Dan di situlah bapaknya menjelaskan mengapa dia ditahan dan rakyat Papua melawan.

Saat Mako berusia empat tahun, ibunya meninggal. Sejak itu, Mako dibesarkan oleh ayah dan dua ibu tirinya hingga masuk Sekolah Dasar pada usia 7 tahun di SD YPPGI Pyramid pada 1984.

Lulus SD 1987 dan melanjutkan ke SMP Negeri Kimbim lulus 1990, dan melanjutkan ke SMA Negeri Kimbim Wamena. Dan pada 1994 Mako melanjutkan ke salah satu perguruan tinggi di Manado, Sulawesi Utara. Ia meraih gelar sarjana hukum pada 2006.

Masa Kariernya

Mako pulang ke Timika, Papua tahun 2006. Di sana dia tersangkut sebuah kasus dan ditangkap aparat keamanan dan masuk penjara selama setahun lebih, kemudian dibebaskan.

Selepas bebas dari penjara di Mimika, Mako pulang ke Wamena menemui ayah dan saudara-saudaranya. Saat itu Mako disarankan agar ikut testing masuk calon pegawai negeri, namun ditolaknya.

Pada 2007, Mako ke Jayapura bersama Buchtar Tabuni mendirikan Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Sebelumnya, Mako juga membidani lahirnya Parlemen Jalanan (Parjal) dan Front Pembebasan Nasional Papua Barat (FPNPB). Beberapa organisasi massa ini adalah organ perjuangan Papua merdeka melalui jalan damai dan menjauhi perjuangan tanpa kekerasan.

Isu-isu utama yang mereka usung di antaranya: menuntut peninjauan ulang pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 Papua, menolak pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua, menuntut penutupan PT. Freeport Indonesia, adili pelaku pelanggar HAM di Papua dan menuntut pelaksanaan referendum di Papua untuk menentukan nasib sendiri yang ditengahi pihak ketiga.

Pada 2009, Musa Mako Tabuni, Buchtar Tabuni bersama beberapa teman mereka ditangkap dan dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan Abepura dan dibebaskan pada pertengahan 2011 dan meneruskan aksi-aksi mereka menanggapi berbagai kondisi ketidakadilan yang terjadi di tanah Papua.

Saudara kelima Mako mengatakan, Musa Mako Tabuni mengenal Buchtar Tabuni sejak sekolah di SMP Negeri Kimbim, Wamena. Sejak itu mereka berteman akrab selama pendidikan hingga mendirikan KNPB untuk memperjuangkan Papua tanah Damai tanpa kekerasan. Setelah keduanya mendirikan KNPB, Buchtar menjadi Ketua dan Mako menjadi Wakil Ketua I.

Musa Mako Tabuni menjadi sang pejuang muda tanpa kekerasan yang karismatik. Dia sangat merindukan adanya suatu pembebasan dan kedamaian yang diperjuangkan melalui cara-cara damai, hingga dengan membuat organisasi-organisasi yang mampu membangun perjuangan-perjuangan bangsa Papua dengan melalui cara damai. Perjuangan Mako berlanjut hingga tahun 2012.

Kronologi Pembunuhan Musa Mako Tabuni

Salah satu warga di sekitar lokasi kejadian bernama Indah mengatakan, sebelum Mako Tabuni ditembak, ada tiga mobil yang berada di lokasi kejadian dan begitu Mako Tabuni melintas di jalan raya menuju kampus Uncen Baru Perumnas III Waena, Distrik Heram, ia langsung ditembak orang yang berada di salah satu mobil tersebut, Kamis (14/06/12) sekitar 09.30 WIT.

"Jadi saat itu Mako Tabuni berjalan bersama beberapa rekannya. Namun saya tidak tahu pasti berapa kali ia ditembak. Hanya saja setelah ditembak, salah satu mobil dengan DS 447 AJ datang dan Mako Tabuni langsung dinaikkan ke mobil itu," kata Indah.

Menurutnya, melihat peristiwa itu, warga yang ada di sekitar lokasi kejadian langsung marah dan mengamuk sehingga terjadilah pembakaran mobil, sepeda motor serta pengrusakan rumah warga dan beberapa ruko.

"Jadi, saat melihat Mako tertembak, warga mengamuk dan menyerang rumah warga lainnya yang tidak tahu apa-apa," jelas Indah.

"Ada tiga mobil dari arah gapura Uncen. Satu mobil Hitam jenis Jeep DS.447 AJ," kata JM, seorang saksi mata kepada tabloidjubi.com di lokasi kejadian, Perumnas III Waena, Abepura, Kota Jayapura, Papua, Kamis.

Menurut JM, seorang pria berpakaian preman turun dari salah satu mobil itu lalu melakukan penembakan.

"Mereka pakaian preman. Bawa sejanta laras panjang seperti yang bapak pegang ini," kata seorang pria yang berada di lokasi kejadian sambil menunjuk senjata anggota Brimob Polda Papua yang mendengar penjelasannya.

Beberapa tembakan itulah yang menewaskan Mako Tabuni di hadapan warga masyarakat. "Siapa yang tega melihat kejadian tadi. Ia jatuh mati seperti binatang. Jatuh berputar-putar, darahnya tercecer," kata JM kepada tabloidjubi.com.

Pengakuan yang nyaris senada diungkapkan salah satu warga keturunan Tiong Hoa yang ada di sekitar lokasi kejadian. Menurutnya, ada beberapa polisi yang berbaju preman dan membawa senjata lalu menembak korban. Setelah itu mereka langsung kabur.

"Jadi, yang mengundang masalah sebenarnya adalah polisi. Saat itu sebuah mobil Avanza berjalan di depan dan diikuti mobil Pick Up. Nah, orang bersenjata yang ada di mobil Pick Up inilah yang melakukan penembakan. Melihat kejadian itu, warga mengamuk dan melakukan tindakan anarkis," kata warga keturunan yang tidak ingin disebutkan namanya.

Warga Tionghoa ini juga menyayangkan lambatnya aparat keamanan datang ke lokasi kejadian yang membuat massa brutal dan membakar beberapa kendaraan roda dua dan empat ruko, dan beberapa rumah warga sekitar.

"Kejadian pengrusakan telah berlangsung sekitar satu jam barulah aparat datang. Jadi tugas polisi sebenarnya apa? Kami coba hubungi Polsek Abe, namun teleponnya diputus. Kalau memang aparat mau melakukan penangkapan harusnya di back up agar tidak terjadi hal seperti ini," keluhnya.

Salah seorang warga India, Nabila menjelaskan hal yang sama. "Saya kaget karena bunyi tembakan senjata dari belakan saya, dan saya melihat tiba-tiba di samping saya ada orang terjatuh dan daranya tercecer mengalir di tanah, saya langsung lari menyelamatkan diri dan saya melihat ke kebelakang, pelaku itu langsung mengangkatnya ke mobil yang mereka tumpangi itu dan kabur," katanya dengan nada ketakutan.

Dan ia menduga mereka adalah Polisi preman. "Memang saya pikir mereka adalah Polisi Preman, karena yang tertembak adalah pengurus KNPB yang dituduh sebagai penembakan-penebakan itu adalah mereka, karena saya dengar dari teman-teman bahwa yang tertembak adalah Mako Tabuni yang saya kenal sebagai Ketua I KNPB," katanya.

Aktivis HAM independen Sebby Sambom, saat dihubungi tabloidjubi.com menyampaikan hal yang tidak jauh berbeda. Menurutnya, Mako ditembak saat makan pinang. "Mereka ada lima orang ke putaran taxi (Perumnas III). 2 orang mau ke Sentani. Salah satunya adik DK. Ia bilang Mako bahwa ada 2 mobil (satu avansa putih) kejar mereka tapi Mako tidak hiraukan dan makan pinang yang mama-mama jual disitu. Orang-orang itu turun dan tembak mako," kata Sebby Sambom.

Informasi terpercaya dari RS Bhayangkara mengatakan enam peluru bersarang di tubuh Mako Tabuni hingga menyebabkan ia tewas. "Mako Tabuni tertembak 6 peluru di bagian perut, paha kanan dan kiri," kata sumber tabloidjubi.com di RS Bhayangkara melalui pesan singkat.

Dari data yang dihimpun tabloidjubi.com di lapangan diketahui jika kerugian mencapai ratusan juta rupiah dimana ada empat unit mobil terbakar, 26 unit sepeda motor serta beberapa ruko dan rumah warga dirusak massa.

Penembakan dan Pembunuhan


Sejak akhir Mei hingga 14 Juni 2012 telah terjadi berbagai aksi penembakan oleh orang tak dikenal di Jayapura. Aksi penembakan itu membuat seluruh warga Jayapura ketakutan keluar rumah maupun bepergian kemana-mana. Aparat keamanan pun belum mampu menangkap pelakunya.

Akhirnya, aparat menuduh KNPB sebagai dalang penembakan itu dan menangkap Ketua KNPB Buchtar Tabuni.

Dua minggu kemudian, aparat keamanan berpakaian preman menembak mati Wakil Ketua I KNKPB, Musaa  Mako Tabuni di putaran angkutan umum Perumnas Tiga Waena, Jayapura pada Kamis 14 Juni 2012 pukul 09.00 pagi.

Pada tanggal 14 Juni 2012, Mako tewas, ketika ia sedang berjalan di dekat rumahnya di Waena perunas 3, tanpa peringatan lebih lanjut oleh polisi Indonesia berpakaian preman, memicu protes dan kerusuhan besar-besaran dan kekerasan.

Juru bicara polisi mengatakan bahwa Mako ditembak karena dia menolak penangkapan, Namun, pandangan polisi ditentang oleh saksi mata. Ini juga mengklaim bahwa Mako masih hidup ketika ia memasuki rumah sakit polisi di Jayapura dan bahwa ia meninggal saat dalam tahanan polisi. Dari  tempat penembakan, jenazahnya dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Polri Kotaraja untuk diotopsi.

Melihat penembakan Mako Tabuni, warga yang berada di lokasi kejadian marah dan secara spontan membakar bangunan, rumah-rumah, toko, kios, bengkel, meubel, mobil dan motor roda dua yang ada di sekitarnya.

Suasana mencekam menyelimuti kota Jayapura, Abepura, Waena dan Sentani. Isu kerusuhan pun menebar kemana-mana. Aparat keamanan gabungan TNI dan Polri digerakan menjaga ketat di setiap titik yang dianggap rawan di seluruh wilayah Jayapura.

Pemakaman

Pada Jumat 15 Juni 2012 pukul 09.00 pagi jenazah Mako dibawa ke Pos 7 Sentani disemayamkan selama sehari, dan keesokan harinya, Musa Mako Tabuni dimakamkan di pekuburan umum Kampung Sereh Sentani, Kabupaten Jayapura pada Sabtu 16 Juni 2012 pukul 17.00 petang.

Ribuan kaum kerabat dan massa pendukungnya dari berbagai komponen rakyat Papua hadir dalam pemakaman itu. Mako dibunuh militer Indonesia, tetapi bukan karena dia mencuri, membunuh, korupsi uang rakyat atau memperkosa. Mako dijadikan sebagai tumbal oleh aparat keamanan Indonesia atas berbagai aksi penembakan misterius yang dilakukan oleh orang tak dikenal yang tak terungkap pelakunya.

Mako dibunuh dengan sangat tidak manusiawi, yang juga merupakan cara aparat keamanan Indonesia untuk menghentikan perjuangan damai rakyat Papua Barat.

Kesedihan yang mendalam dan deraian air mata mengiringi pemakaman Musa Mako Tabuni yang digelari Pahlawan Nasional Papua Barat oleh pendukungnya di Sentani, Sabtu 16 Juni 2012 lalu. Prosesi pemakaman Mako dijaga ketat aparat gabungan TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia selama dua hari di mata jalan masuk Jalan Pos 7 Sentani. [3]

Respon Pemerintah dan Lembaga-lembaga


Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mengakui bahwa pasukan keamanan Indonesia telah bereaksi berlebihan pada waktu itu tapi juga menyebutkan bahwa serangan itu "dalam skala kecil dengan korban yang terbatas."

Dalam sebuah pernyataan resmi, Kapolri Jenderal Timur Pradopo mengatakan bahwa Mako tewas setelah ia meraih senjata dari polisi berusaha menangkapnya dan melarikan diri, sementara juga menambahkan penyelidikan yang mengungkapkan bahwa Tabuni memiliki pistol dengan peluru 18. Dia ingin untuk "menyebabkan kerusuhan di provinsi", menurut polisi Papua Mayor Jendral Bigman Lumban Tobing.

Perwakilan dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, yang mewawancarai saksi mata, menyatakan bahwa Tabuni tiba-tiba dan tak terduga ditembak mati oleh penembak ununiformed saat berjalan sendirian di dekat sebuah kompleks perumahan. Setelah kematian Tabuni, sekelompok besar marah pengunjuk rasa mengamuk di Jayapura, banyak dari mereka membawa parang dan panah.

Toko ditutup selama kerusuhan massa, dan banyak warga yang takut untuk meninggalkan rumah mereka. Tapi seperti kemarahan memburuk, para pemimpin suku dan kemandirian dari mendesak pengikutnya untuk mempertahankan disiplin, takut bahwa reaksi kekerasan akan memberikan polisi Indonesia pembenaran yang mereka butuhkan untuk menghancurkan gerakan kemerdekaan.

Tahanan politik Selpius Bobii mengatakan, "Pembunuhan Tabuni adalah bagian dari skenario untuk menghancurkan komitmen perjuangan Papua dengan jalan damai dan mendorong orang Papua terhadap kekerasan. Jadi mari kita mengendalikan diri kita sendiri. Jangan terjebak dalam skenario ini yang hanya akan melemahkan perjuangan damai kami yang sekarang adalah bergema di seluruh negara kita dan hingga PBB."

KontraS juga menilai tuduhan sebagai tersangka penembankan WN Jerman kepada Mako Tabuni terlalu dini, dan dinilai sebagai klaim sepihak polisi yang justru akan merusak citra Jakarta di mata warga Papua.

"Peristiwa penembakan Mako Tabuni yang kemarin ini ada tiga mobil yang mendekati Mako Tabuni dan langsung ditembak, Mako Tabuni keluar dan ditembak. Jadi pada saat itu Mako Tabuni dianggap pelaku pembunuhan misterius, ternyata hasil investigasi mengatakan tidak," jelas Koordinator Eksekutif KontraS, Haris Azhar di Talk Show DPD RI dengan tema Perspektif Indonesia: Papua Semakin Membara di Gedung DPD, Senayan, Jakarta, Jumat (15/6).

Menurut keterangan masyarakat setempat, dari ketiga mobil yang mendekati Mako Tabuni itu keluar orang dengan berpakaikan sipil dan menembaki Mako. Polisi datang satu jam setelah penembakan itu dan mengatakan ini pembunuhan misterius.

"Ternyata, polisi tidak mendapat keterangan dari masyarakat setempat, bahwa berarti nggak ada tindakan penegakan hukum saat itu. Ini ada klaim sepihak dari polisi tentang siapa yang jadi pelaku. Tiba-tiba langsung mengeksekusi (itu pembunuhan misterius)," imbuhnya.

Haris menilai profil Mako Tabuni sengaja dibuat begitu buruk, dibilang memiliki senjata. "Tetapi polisi mengatakan itu setelah jenazah ada di RS Bhayangkara. Saya khawatir ini memperburuk citra pemerintah Jakarta dengan masyarakat Papua," jelasnya. [4]

Sang Motivasi dan Inspirasi Perjuangan
Musa Mako Tabuni menjadi jalan dan tokoh kasismatik perjuangan pergerakan bangsa Papua dalam perjuangan memperebut kesamaan hak dan pembebasan bangsa Papua.

Perjuangan yang tak kenal lelah dan pantang mundur membuatnya tidak luput dari keputusan dan prinsip yang dipegangnya dalam perjuangan secara damai.

Perjuangan secara damai menjadi perjuangan dalam hidupnya sejak dia membentuk organisasi pergerakan besar yang sekarang disebut sebagai KNPB. KNPB sekarang menjadi suatu organisasi besar yang tersebar di seluruh Papua dan wilayah-wilayah di seluruh tanah air Papua.

Sang motivasi dan inspirasi bagi bangsa Papua membuat lahirnya regenerasi perjuangan dalam meperjuangkan ideologi bangsa Papua. Orasi yang berapi-api yang selalu dikeluarkan olehnya dalam setiap aksi dan demonstrasi damai di seluruh tanah Papua membuat penerus bangsa tak luput untuk berjuang.

Sang motivasi untuk kaum muda Papua untuk terus belajar dan berjuang demi tercapainya Papua tanah damai dan bebas dari penjajahan NKRI.

Sang inspiraror membuat banyak sekali lahir pejuang-pejuang muda dalam rongga pergerakan-pergerakan bangsa Papua dari berbagai dimensi dalam perjuangan. Ideologi yang tidak akan pernah hilang dan luput dari pergerakan nasional bangsa Papua Barat memegang erat tali perjuangan bangsa hingga menang dan merdeka.

Daftar Bacaan:

 [1] http://lovepapuablog.blogspot.com/2013/11/mako-tabuni.html (Tokoh: Mako Tabuni)

 [2] http://nkribiadap.blogspot.com/2012/06/kronologis-pembunuhan-mako-tabuni-oleh.html(KRONOLOGIS PEMBUNUHAN MAKO TABUNI OLEH OT MILITER NKRI).

[3] http://en.wikipedia.org/wiki/Mako_Tabuni (Mako Tabuni, From Wikipedia, the free encyclopedia).

 [4] http://www.itoday.co.id/politik/tewasnya-mako-tabuni-perburuk-citra-jakarta (Tewasnya Mako Tabuni Perburuk Citra Jakarta). 


Oleh: Mikael Kudiai, Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jawa.


Sumber: http://majalahselangkah.com/

Mengenal dan Belajar dari Pemimpin Besar

Unknown     01.37    
Judul:  Mengenal dan Belajar dari Pemimpin Besar
Penulis: Yakobus Odiyaipai Dumupa
Penyunting: Johanes Supriyono
Penerbit: Lembaga Pendidikan Papua (LPP)
Tebal Buku: vi+225 hlm.


Buku Mengenal dan Belajar dari Pemimpin Besar berkisah tentang para pemimpin besar, perjuangan mereka, hidup mereka, dan cara mereka memperjuangkan hak rakyat. Ditulis oleh Yakobus Odiyaipai Dumupa, penulis muda Papua yang produktif.

Yakobus Odiyaipai Dumupa, penulis muda Papua yang menerbitkan beberapa buku tentang Papua. Pertama, Berburu Keadilan di Papua: Mengungkap Dosa-dosa Politik Indonesia di Papua Barat (Pilar Media, 2006). Kedua, Buying Time Diplomacy: Liku-liku Perjuangan Kemerdekaan Papua Barat (Kasus Suaka Politik Papua Barat di Australia, diterbitkan oleh Java Media,2007). Ketiga, Ratapan Tanah Sorga: Tragedi Penderitaan Seorang Pemuda Papua dalam Bayang-bayang Penjajahan (Paradise Press, 2008). Keempat, Kontraversi Dogiyai: Pro dan Kontra Pemekaran Kabupaten Dogiyai dalam Fenomena Politik dan Ekonomi Global, Indonesia dan Papua Barat (Paradise Press, 2008). Kelima, Goodide Awe Pito: Mengenang Lima Puluh Tahun Gereja Katolik dan Pendidikan di Goodide (bersama David Goo, diterbitkan Paradise Press, 2008).

Pada dasarnya pemimpin besar berawal dari ketidakpuasan dalam memanfaatkan kepemilikan leluhurnya dan penindasan sekalipun memarjinalisasi rakyat tertindas. Sehingga muncullah ideologi untuk bebas dari segala bentuk penindasan. Untuk melaksanakan ideologi, lahirlah pemimpin besar, pembebas rakyat tertindas dan penyelamat hak-hak rakyat yang diwariskan oleh leluhurnya.

Seperti seorang pemimpin besar Juan Evo Morales Ayma. Sebelum Evo menjabat sebagai Presiden di Bolivia, Pemerintah Amerika Serikat menghabiskan jutaan dollar demi memusnahkan koka di Bolivia. Tetapi Koka merupakan tumpuan ekonomi tradisional bagi masyarakat Indian. Dan banyak lagi fungsi koka bagi masyarakat Indian. Ketika Evo menjabat sebagai presiden Bolivia, ia melegalkan kembali, memberi lokasi kepada rakyat untuk menanam koka, hingga sekarang memiliki pasar di Venezuela, Kuba, Cina, dan India dengan keuntungan yang sangat besar bagi rakyat di Bolivia.

Buku ini memberikan sebuah inspirasi tentang bagaimana meracik jalan keluar dari penjajahan. Kemudian beberapa pemimpin rakyat mereka telah menerapkan cara-cara dari pemimpin besar dunia sehingga melepaskan negerinya dari penjajahan dengan tidak meniru gaya pemeimpin besar, tetapi sesuaikan dengan keadaan negerinya sendiri.

Buku ini sangat baik untuk pegangan bagi mahasiswa dan pelajar lebih baik lagi bila di semua kalangan para pejuang hak-hak rakyatnya dari negeri Papua. Dengan membaca buku ini sangat memberi sebuah aksi untuk semangat berjuang dan beberapa kata-kata bijak yang memberi semangat bagi yang membacanya serta pembaca bisa menangis ketika kita membaca kisah perjalanan perjuangan pemimpin besar melawan penjajah.

Beberapa pemimpin besar tersebut berjuang demi bertanggung jawab kata-kata yang ia ungkapkan, impikan dan juga untuk mempertahankan tanah leluhurnya dari tangan penjajah. Oleh karena itu, buku ini lebih menyemangati kita untuk semangat juang, tidak begitu mudah menyerah.

Penulis dengan cerdik membagi bahasannya untuk seorang tokoh dalam pokok-pokok pembahasaan dan membentuk dalam beberapa poin-poin sehingga mudah memahami isi dan maksud buku ini.  Pembahasaan dalam buku ini, seluruhnya menulis tentang pemimpin besar dan teknik-tekniknya yang mereka terapkan dalam perjuangan menuju kemerdekaan (kedaulatan).

Dengan demikian, pembaca bisa memahami secara mendalam tentang perjuangan pemimpin besar, bagaimana tekniknya, kebijakanya, dan perilakunya. Maka untuk pembaca, khususnya dari Papua bisa meniru perjuangan mereka tetapi harus sesuaikan dengan keadaan yang ada di negeri Cenderawasih.

Namun, ada juga sisi kekurangan dalam buku ini, menurut saya, yakni kurangnya kata-kata motivasi untuk berjuang dari para tokoh yang disarikan dalam sebuah catatan.

Buku ini terdiri dari beberapa bagian. Bagian pertama, dengan cara kontak senjata dari beberapa pemimpin besar seperti: Fidel Castro pengikut setianya Che Guevara.

Bagian kedua, dengan cara Tanpa Kekerasan atau perlawanan secara damai salah satunya guru besar dunia yaitu Mahatma Ghandhi. Ada beberapa pemimpin besar, mereka meniru cara berjuangnya Mahatma Gandhi Tanpa Kekerasan seperti: Marten Luther King, Nelson Mandela dan lainnya.

Bagian ketiga, sesuai dengan cara perjuangan pemimpin besar yang ada dalam buku ini menguasai sitem pemerintahan atau lewat pemerintahan. Ada beberapa pemimpin besar, yang menjabat sebagai presiden atau dengan anggota pemerintahan seperti: Hugo Chavez, Evo Morales, Mahmoud Ahmadinejad, dan lainnya.

Bagian keempat, melalui agama, pendidikan dan pengaruhnya. Perjuangan disertai dengan ajaran agama dan melalui jalur agama, pendidikan, dan pengaruhnya, berkaca dari Oscar Romero, Marcos (pejuang pena), Rigoberta, Paulo Freire dan Marten Luther.

Harapanya, usai baca buku ini, kita mampu meniru perjuangan pemimpin besar, dengan lebih dahulu sesuaikan dengan keadaan riil daerah.

(Resensi ini pernah dimuat di timipotu.com. Dipublish kembali atas izin penulis).
 

Peresensi: Moses Douw, Peresensi adalah Mahasiswa Angkatan 2013, Kuliah di Yogyakarta, Jurusan Pemerintahan.


Sumber: http://majalahselangkah.com/

LP3BH Sambut Komunike PIF tentang HAM Papua

Unknown     01.28    
Foto: Ilustrasi/Ist.
LP3BH SAMBUT KOMUNIKE PIF TENTANG MASALAH HAM TANAH PAPUA

Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari sebagai salah satu Organisasi Masyarakat Sipil/OMS (Civil Society Organization/CSO) yang memfokuskan kegiatannya pada upaya memperkuat gerakan penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia di Tanah Papua selama hampir 20 tahun terakhir ini.

Dengan ini LP3BH menyambut baik Komunike Forum Kepulauan Pasifik (Pacific Island Forum/PIF) tanggal 11 September 2015 yang memasukkan masalah pelanggaran hak asasi manusia yang berat (human rights violation) di Tanah Papua selama lebih dari 50 tahun terakhir.

Kami juga sangat mendukung upaya dari para Pemimpin Negara-negara Kepulauan Pasifik dibawah pimpinan Perdana Menteri Papua New Guinea, Peter O'Neill yang baru terpilih sebagai ketua untuk melakukan pembicaraan-pembicaraan dengan pemerintah Indonesia serta kemungkinan mengirimkan missi pencari fakta ke Tanah Papua.

LP3BH oleh karena itu mendesak para Pemimpin PIF termasuk Perdana Menteri O'Neill untuk juga segera membangun komunikasi yang intensif dan rutin dengan para pimpinan agama-agama di Tanah Papua.

Termasuk pimpinan Gereja-gereja Kristen dan Katolik serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) maupun lembaga-lembaga non pemerintah/organisasi masyarakat sipil yang berfokus pada soal penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia seperti Kontras, Imparsial, LBH, ELSAM Jakarta maupun Forum Kerjasama (Foker) LSM se-Tanah Papua serta JPIC Sinode GKI di Tanah Papua, ELS-HAM Papua, serta LP3BH sendiri.

Segenap upaya pembicaraan diantara Ketua PIF dengan pemerintah Indonesia dalam mendorong penyelesaian masalah pelanggaran hak asasi manusia di Tanah Papua, harus senantiasa diletakkan dalam kerangka hukum nasional Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia maupun Undang -Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008.

Kami memandang bahwa peran dunia internasional melalui para pemimpin negara-negara Pasifik, Melanesia dan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam konteks mendorong dan mendesak penyelesaian masalah pelanggaran hak asasi manusia di Tanah Papua adalah sangat penting.

Hal ini disebabkan karena masalah pelanggaran hak asasi manusia merupakan persoalan dunia yang tidak bisa dibatasi dengan batasan wilayah negara tertentu, termasuk Indonesia dan tidak bisa dikatakan sebagai persoalan internal Indonesia saja.

LP3BH sesuai program kampanye Bulan-bulan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tanah Papua saat ini, telah mengusung tema besar: "Mari Dukung dan Dorong Upaya Penyelesaian Masalah Pelanggaran HAM oleh Negara selama 50 Tahun di Tanah Papua Melalui Mekanisme Hukum Nasional dan Internasional".

Dengan ini kami bersedia bekerjasama dengan semua pihak, termasuk Para Pemimpin Negara-negara Pasifik (PIF) dalam menyelesaikan masalah pelanggaran hak asasi manusia di Tanah Papua secara hukum.

Peace,


Yan Christian Warinussy
Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari/Advokat dan Pembela HAM di Tanah Papua/Peraih Penghargaan Internasional di Bidang HAM "John Humphrey Freedom Award" tahun 2005 dari Canada/Anggota Steering Commitee Forum Kerjasama (Foker) LSM se-Tanah Papua/Koordinator Komisi HAM Perdamaian, Keadilan dan Keutuhan Ciptaan pada Badan Pekerja Klasis GKI Manokwari.


 

Sumber: http://majalahselangkah.com/

Miskin Pendidikan di Papua Bukan Warisan

Unknown     01.25    
Foto ilustrasi. ist
Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana hidup seseorang atau sekelompok orang merasa serba kekurangan dalam kebutuhan-kebutuhan dasar seperti makanan, minuman, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan. Kemiskinan, menurut Hall dan Midgley (2004:14), didefenisikan sebagai kondisi deprivasi materi dan sosial yang menyebabkan individu hidup di bawah standar kehidupan yang layak, atau kondisi di mana individu mengalami deprivasi relatif dibandingkan dengan individu yang lainnya dalam masyarakat. Warisan merupakan segala sesuatu yang kita dapat gunakan sebagai peninggalan oleh nenek moyang yang telah mendahului kita.

Mendengar kata miskin, sepertinya tak asing di telinganya masyarakat Indonesia. Miskin, tidak selalu terlepas dari kehidupan sosial sepanjang manusia itu hidup dan ada di muka bumi. Miskin menjadi salah satu gejala sosial dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Miskin, tak asing di lidahnya masyarakat Indonesia.

Realita yang kita lihat bahkan alami di Papua adalah banyak terdapat kemiskinan. Miskin akan pendidikan, miskin akan sarana dan prasarana pendidikan, miskin akan inventaris sekolah, miskin akan kesehatan, miskin akan gizi, miskin akan moralitas, miskin akan perlindungan, dll.

Yang sangat disayangkan sekali saat ini adalah miskin akan pendidikan. Sayang sekali, pendidikan yang merupakan hal yang sangat prinsipil ini belum dikondisikan pada kondisi yang kondusif dan mampu memadai sesuai kebutuhan yang ada. Pendidikan yang menjadi dasar bagi segala aspek hidup masyarakat di Papua, belum maksimal perhatiannya secara merata.

Sepeti di daerah pedalaman Papua, terdapat banyak sekolah yang seolah-olah rumah yang tak berpenghuni. Terdapat banyak siswa yang ingin sekali merubah hidupnya melalui pendidikan dengan cara bersekolah, namun tidak terdapat guru untuk mengajar mereka. Ada guru pun hanya beberapa atau seorang guru dan bahkan tidak terdapat guru. Walau ada guru pun, banyak terdapat sarana dan prasarana yang tak memadai bagi siswa. Anak-anak Papua punya keinginan, kerinduan untuk menempuh proses pendidikan, namun tidak didukung oleh guru yang cukup untuk mereka. Tidak diberi kemudahan oleh pemerintah untuk berpendidikan.

Keinginan untuk bersekolah menjadi luka dan beban di hati anak-anak Papua yang tidak berpendidikan. Keinginan mereka tidak terpenuhi untuk memeroleh pendidikan yang layak, selayak anak yang berpendidikan. Hanya tinggal harapan di masa depan yang tak tentu cerahnya. Tidak terpenuhinya keinginan anak-anak untuk memeroleh pendidikan yang layak mengakibatkan kekecewaan yang berujung pada perilaku yang meresahkan kenyamanan dan ketenteraman masyarakat Papua.

Tiada suatu akibat tanpa sebab. Begitupun dengan kondisi pendidikan yang ada di Papua saat ini. Beberapa hal yang menyebabkan keadaan pendidikan di Papua, terlebih di daerah pedalaman seperti; belum dijangkau oleh tranportasi (darat, laut, dan udara), belum ada perhatian khusus dari pemerintah, guru-guru yang tidak taat dalam mengajar, keadaan ekonomi keluarga, kehidupan sosial yang masih primitif, pemindahan para guru ke birokrasi pemerintahan, dll.

Membingungkan tetapi nyata. Yang sangat mengkhawatirkan adalah pemindahan guru ke pemerintahan. Lantas, siapa yang akan mengajar, mendidik dan memanusiakan? Apakah akan ada para guru yang menggantian? Punya pengalaman mengajar yang baik? Tidak!

Solusi yang ingin saya berikan kepada lembaga terkait adalah dibuat Perda yang mengatur tentang larangan mengenai pemindahan profesi guru ke birokrasi pemerintahan, diberikan jaminan hidup yang baik terhadap guru, adanya perhatian khusus terhadap mahasiswa pada jurusan Keguruan, alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang tepat, pembagian beasiswa miskin yang tepat sasaran agar anak-anak Papua mendapatkan pendidikan yang layak.

Tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar. Hanya ada malas untuk belajar. Semua orang pernah menjadi tidak mampu ketika belum mengenal dunia pendidikan. Jangan pernah membiarkan kamu anak asli Papua yang adalah tuan rumah itu malah menjadi tamu di tanahmu sendiri, negeri surga ini. Anak-anak Papua, sadarlah itu!

Oleh: Ferdinan Petege, Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Cenderawasih, Jayapura-Papua.


Sumber: http://majalahselangkah.com/

Papua Ingin Merdeka, Mengapa Tidak?

Unknown     01.20    
Tanah Papua. Foto: Ist.
Merdeka merupakan keadaan dimana setiap orang merasa bebas, lepas dari segala penindasan, intimidasi, penjajahan, penghambaan dari pihak manapun. Merdeka berarti tidak tergantung, bebas untuk melakukan segala sesuatu. Keadaan merdeka menjadi hak segala bangsa dimanapun dan kapanpun sepanjang manusia itu berada dan hidup dalam lingkup bangsa dalam teritori tertentu.

Konstitusi menegaskan bahwa semua bangsa berhak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut mereka bebas untuk menentukan status politik mereka dan bebas untuk mengejar kemajuan ekonomi dengan sistem ekonominya sendiri, sosial dan budaya mereka. Hal ini senada juga dengan pembukaan UUD 1954: "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan".

Artinya, setiap bangsa mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri, apakah ingin merdeka atau tetap berada dibawah penjajahan.

Kini, seruan dan teriakkan merdeka sedang mendominasi kehidupan rakyat Papua di tanah Papua. Banyak terjadi demonstrasi untuk untuk meneriakkan kemerdekaan Papua Barat. Mengapa hal itu terjadi?

Karena rakyat Papua yang notabenenya adalah bangsa Melanesia di Papua Barat sedang dijajah, ditekan, dibatasi, ditangkap, dipenjarakan, bahkan nyawa kamipun diambil sewenang-wenang oleh negara Indonesia. Sistem yang dijalankan negara Indonesia adalah sistem yang menjajah, dimana rakyat Papua diperlakukan seperti binatang, jelas Filep Karma dalam bukunya. Ini gila!

Walau pasal 1 kovenan internasional mengenai hak setiap bangsa telah diambil sebagai alinea pertama pembukaan UUD1945, yang menegaskan bahwa setiap bangsa berhak merdeka, lepas dari penjajahan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan, Indonesia diam dan menjajah Papua.

Negara Indonesia sudah dan sedang menjajah rakyat Papua bahkan mengambil hak hidup yang melekat pada diri manusia Melanesia, rakyat Papua. Apakah ini sesuai dengan isi alinea pertama, pembukaan UUDnya Indonesia?

Apakah segala tindakan negara indonesia melalui TNI/Polri di Papua sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan? Apakah negara Indonesia buta aksara akan alinea itu? Apakah negara indonesia ini punya rasa kemanusiaan dengan segala tindakan yang sadis dan brutal terhadap rakyat Papua, bangsa melanesia? Tidak! Sangat amat tidak! Indonesia dengan sadar sedang dan akan terus menjajah Papua Barat!

Keinginan rakyat Papua untuk merdeka yang di teriakkan melalui demonstrasi secara damai, selalu saja dibatasi. Apakah negara Indonesia melalui TNI/polri melihat bahwa aksi damai yang dilakukan aktivis Papua itu menggunakan alat/senjata sehingga ruang demokrasi bagi rakyat Papua selalu dibungkam dengan alat persenjataan?

Dimanakah kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran yang tersirat dalam pasal 28 UUD 1945 bagi rakyat Papua? Omong kosong!

Mengapa harus ada pembatasan hak rakyat Papua rakyat untuk lepas dari NKRI? Mengapa negara Indonesia tidak ingin memberikan kemerdekaan yang menjadi hak segala bangsa termasuk bagi rakyat Papua, bangsa Melanesia di Tanah Papua? Toh, telah tersirat dengan indah di dalam pembukaan UUD 1945.

Negara Indonesia selalu memperlakukan rakyat Papua secara tidak manusiawi dibanding rakyat non Papua. Kami menyadari bahwa kita berbeda bangsa. Kalian bangsa Indonesia dan kami Bangsa Papua Barat.

Tetapi jangan berlaku arbitrer terhadap hak untuk hidup yang inhern pada rakyat Papua karena hak itu tidak diberikan oleh organisasi dan lembaga manapun. Hak hidup adalah hakiki melekat pada manusia, seperti hak kemerdekaan yang melekat pada setiap bangsa, termasuk Bangsa Papua Barat.

Perjuangan kemerdekaan tidak akan pernah pudar dan pembunuhan terhadap rakyat Papuapun akan selalu bertambah, karena mayotitas korban pemubunuhan adalah dengan dalih separatis, OPM, anggota pengacau keamanan, dan label-label lainnya demi meredam suara kemerdekaan Papua Barat. Realita ini mengindikasikan bahwa negara Indonesia sedang membungkam suara merdeka bangsa lainnya yang punya hak merdeka.

Satu-satunya solusi menghentikan pembunuhan, sistem yang menjajah secara ekonomi dan politik di tanah Papua adalah kemerdekaan bagi rakyat Papua Barat.  


Oleh: Ferdinan Petege, Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Cenderawasih, Papua.


Sumber: http://majalahselangkah.com/

Bersatu Padu

Unknown     01.15    
Ilustrasi. Foto: Ist.
 Jiwa-jiwa kerdil di tubuh angkuh
Menginjak sana mendepak sini
Aku yang utama nama yang pertama
Noda utama pergaulan perjuangan!

Waktu merayap hari berganti
Rakyat melarat, lain dibantai, tanah pindah tangan
Petak-petak rakyat digunting,
Jiwa-jiwa kerdil tumbang, mimpi hanya di imaji.

Menyimak semut, bahu membahu
Kamu duluan aku dukung,
Rakyat utama, aku ada untuk merdeka
Kekuatan satu-padu, buat sang tiran gemetar.

Waktu bergulir, tetap maju menerjang!
Peluh itu bukti, terik-hujan itu ujian
Bersama serentak perahu terkayuh
Bersama rakyat genggam merdeka!


Puisi Aria S.L
Realino, USD, 03/09/15. 

Cinta Arnold: Di Serambi Depan

Unknown     01.08    
Foto ilustrasi. Ist.
Arnold berdiri di serambi depan. Matahari yang terbenam meninggalkan berkas keemasan. Angin telah dirasuki dingin. Cakrawala di bibir pantai Nabire membentang bak lukisan.

Langit indah dihiasi serpihan-serpihan awan yang berhamburan tak beraturan, memantulkan cahaya kuning kemerahan, mereduksi warna laut teluk Cenderawasih. Bulan tersenyum bak gadis tersipu malu usai dipuja sang kekasih. Kemerahan. Bintang mulai bertaburan, berkedip genit, mengiri bulan yang bersahaja. Matanya tak lepas dari kawanan bintang yang terhampar seluas cakrawala itu. Tanpa henti, dalam hati, untaian-untaian doa sedari tadi bergelombang menuju Surga tempat Sang Tuhan bersemayam. Permohonannya sederhana, Tuhan, semoga ada saja bintang jatuh malam ini.
Arnold terus menerawang memeriksa angkasa, kalau-kalau ada bintang yang jatuh, sambil mengingat ujud doa yang hendak dipanjatkan. Doanya singkat, semoga panah cintanya tepat mengena di hati Esty, wanita yang selama ini menjadi idamannya. Bila ada bintang jatuh lagi, ia punya permintaan kedua: semoga wajahnya menjadi ganteng, lebih ganteng dari Mateus, sahabatnya yang dikerumuni banyak wanita bak gula oleh semut.

Siapa Esty?

Yang pasti, Esty itu manusia. Perempuan. Esty satu sekolah dengan Arnold. SMA YPPK Adhi Luhur Nabire. Sama-sama kelas sepuluh, hanya beda ruang. Walau demikian, Esty tidak pernah tahu bahwa di dunia ini, ada seorang bernama Arnold dan sedang cinta setengah mati padanya. Kenal pun tidak!

Cinta Arnold persis seperti kata anonim, cinta sejati ada di pandangan pertama. Kala itu, Arnold sampai tersandung batu dibuat Esty. Ketika itu Pekan Orientasi Siswa Adhi Luhur (POSAL) sedang berlangsung di sekolah. Arnold yang dimabuk cinta pun berakhir di tangan kakak Tatib, begitu sebutannya untuk mereka yang tugasnya marah melulu, membentak-bentak. Tak ada senyum barang secuil pun.

Hampir satu tahun lamanya Arnold memendam cinta. Untungnya, cinta tidak seperti makanan, jadi tidak akan membusuk walau dipendam sekian lama. Yang ada hanya dada yang kembang kempis. Memberat saat para lelaki ramai-ramai mencari perhatian Esty, mendekat, berusaha merebut perhatian. Ringan dan lega kala semua lelaki itu dipermalukan Esty dengan bengis, kasar, kekanak-kanakan. Ada senyum dalam hati kala para sahabatnya yang menurutnya lebih ganteng itu patah hati, sedih, kecewa.

Benarkah Esty cantik?
Ya, tentu saja cantik!
Secantik apa?

Esty bertubuh tinggi, tidak kurus, tidak gemuk. Berambut panjang. Cantik, tentu saja. Seperti para penari balet, atletis. Matanya selalu berbinar, seperti bintang kejora di pagi hari. Yang membedakan Esty dari barisan wanita lain: ia wanita campuran. Ayah dari Biak, seorang tentara. Ibu dari Magelang, Jawa. Esty selalu terlihat anggun di matanya. Bersahaja. Langkah kakinya berirama, persis seiring irama detak nafasnya.

Yang selalu bikin Arnold terbawa pikiran adalah tatapannya. Ya, tatapan Esty. Memikat. Bergelora. Tepat seperti ombak teluk memukul karang: begitu garang, begitu menantang. Arnold makin jatuh cinta.

Apakah Esty telah punya pacar?
Esty pernah punya pacar?
Esty ingin punya pacar?
Apakah dirinya bisa menjadi pacar Esty?
Di mana rumahnya?

Akh! Banyak pertanyaannya dalam hati. Sambil mengumpat pada diri sendiri, Arnold segera tersadar dari lamunannya. Segera ia menutup pintu, jendela, melebarkan gorden, lalu menyemprot cairan baygon untuk membunuh nyamuk yang telah masuk selama ia menanti bintang jatuh.

Siapa Arnold?

Arnold. Lelaki asli Siriwo, perbatasan tiga kabupaten: Paniai, Dogiyai dan Nabire. Datang merantau ke pusat kota Nabire usai tamat SMP di Uwapa, kecamatan Topo. Arnold tinggal di asrama. Saat libur pendek seperti saat ini, Arnold pergi ke kakak perempuannya yang menikah dan menetap di Nabire. Letaknya di bibir Teluk Cenderawasih, dekat pantai Nabire.

Apakah Arnold ganteng?

Tubuhnya kurus tapi berotot. Tinggi, seperti tiang listrik. Ia tegap. Berjenggot. Langkah kakinya panjang. Telapak tangan terlihat kasar. Lebih banyak diam dalam pembicaraan, lebih banyak mendengar. Sebenarnya ia pandai membuat orang tertawa, tetapi dalam bahasa daerah. Ia ahlinya bila di Uwapa, Topo. Di sekolah, ia satu-satunya dari Siriwo.

Temannya cuma satu orang, Mateus. Siapa Mateus? Dia anak Paniai. Mateus dari Makataka, perbatasan antara Paniai dan Intan Jaya. Makataka itu seperti Paniai, Intan Jaya, Wamena, Dogiyai, Pegunungan Bintang, Puncak, Puncak Jaya, Tolikara, Lany Jaya, Nduga, Deiyai, semua itu nama kabupaten di daerah pegunungan tengah Papua. Letaknya terisolir. Hanya dijangkau dengan pesawat. Beberapa punya jalan darat yang baru dibangun. Tapi selalu tak terawat.

Arnold ke dapur. Kakaknya sedang memasak. Suami kakaknya sedang memperbaiki jala. Arnold kembali lagi ke teras depan. Ia memandang lagi ke angkasa, memandang taburan bintang dengan tatapan penuh harap: berharap bintang jatuh, sambil mengingat-ingat khasiat doa saat bintang jatuh diceritakan Mateus, sahabatnya itu.

Kini, dalam hati, mulailah untaian doa terucap. Ya Tuhan, buatlah salah satu dari jutaan bintang ini jatuh. Bintang yang sudah renta, sudah jompo, biarlah kau jatuhkan mereka, Tuhan! Satu jam, dua jam, tak ada bintang yang jatuh.

Mata sakit. Leher juga. Kepenatan menguasai tiba-tiba. Ini semua karena si Mateus. Ia yang bercerita kalau melihat bintang jatuh dan mengucapkan permohonan, niscaya akan terkabul. Sudah sedari matahari terbenam ia menunggu bintang jatuh. Kini sudah jam delapan lewat tiga puluh menit.

Arnold menghela nafas berat. Kecewa itu pasti. Seperti malam-malam sebelumnya, malam ini pun, tak ada bintang yang jatuh. Ia mulai berpikir, ia harus segera ke sekolah dan mencari di internet, barangkali ada kalender yang menunjukan bulan musim bintang jatuh. Soalnya ia begitu percaya sama si Mateus.

Usai makan, Arnold masih tetap di teras depan. Kakak perempuannya menggeleng-geleng kepala melihat tingkah adiknya beberapa malam terakhir. Sementara Arnold kali ini sampai mengatupkan kelopak mata saat berdoa di beranda sambil menengadah ke langit. Sangat kyusuk, berdoa. Isi doanya sama, hanya ada tambahan kalimat. Ya Tuhan, ini malam terakhir saya di rumah kakak. Semoga ada bintang jatuh malam ini, sebelum saya kembali ke asrama. Begitu saja doanya. Begitu terus. Berulang-ulang. Ia bahkan tak peduli pada firasatnya kalau-kalau Tuhan bosan mendengar ujud doa yang serupa terus menerus.

Waktu terus berlalu. Ia telah menguap beberapa kali. Arnold dengan langkah gontai masuk ke kamar yang disediakan untuknya. Tubuhnya ia rebahkan di atas tilam, tangannya mengambil bantal lalu dipeluknya erat-erat. Pikirannya telah sedari tadi menerawang, jauh, menembus awan.

"Ya Tuhan, Esty Tuhan. Esty... Esty... Esty... Esty, Tuhan."

Bibirnya mengecup pelan ujung kain yang membungkus kapas dalam bantal. Ia tersenyum sendiri. Selamat malam sayangku, Estyku. Tunggulah, aku akan datang dalam mimpimu. Arnold berbisik pelan. Amat pelan, sambil melumat setiap inci wajah Esty dalam khayalannya.

Akh, Esty. Tunggu aku di sekolah! Aku akan menjadikanmu pacarku, tunanganku, lalu kita akan menikah, punya anak: semua laki-laki. Hanya satu anak perempuan. Kita akan punya... dan Arnold pun tertidur pulas dengan impian-impiannya, begitu indah. Lihatlah, senyum masih tersungging di bibir. *** (Sanimala B)

BERSAMBUNG.


Sumber: http://majalahselangkah.com/

© 2011-2014 OBOR REVOLUSI. Designed by Bloggertheme9. Powered by Blogger.